Melayani rental/sewa mobil dengan/tanpa sopir Phone : 085842064577

Kamis, 11 Februari 2016

GUA KIDANG KENCANA

Pertemuan si Penggembala dengan Kidang Kencana

Sabrang kidul, Purwosari, Girimulyo, Kulon Progo, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Phone: +62 852 2895 1355
Cerita tentang pertemuan seorang penggembala dengan seekor rusa menjadi sejarah awal penamaannya. Petualangan seru menyusuri perut bumi pun dimulai ketika memasuki sebuah lubang dengan penerangan seadanya.

Zamrud di barat Jogja itu kembali memberikan kejutan kecil yang tak hanya menyuguhkan keindahan namun juga menantang para petualang. Di balik perbukitan sunyi dan tanah karst yang tertutup vegetasi rapat nan subur, sebuah lorong perut bumi menyimpan pesona alaminya. Setelah Gua Kiskendo yang memukau dengan sepenggal kisah Ramayana, Kulon Progo masih memiliki Gua Kidang Kencana yang menunggu untuk dijelajahi.
Lokasinya yang berdekatan dengan Gua Kiskendo membuat saya berpikir penggalan kisah Ramayana lainnya terpaut dengan gua yang berada di perbukitan Dusun Sabrang Kidul ini. Apalagi nama Kidang Kencana mengingatkan saya pada kisah tentang seekor rusa jadi-jadian yang sengaja dikirim Rahwana untuk memisahkan Rama dari Dewi Shinta. Namun ternyata, pertemuan seorang penggembala dan seekor rusa ratusan tahun silamlah yang menjadi sejarah awal penamaan gua yang lorongnya mencapai 350 meter ini. Menurut cerita masyarakat setempat, Mbah Bongsoriyo yang kehilangan kambingnya tak sengaja menemukan hewan piaraannya itu berada di dalam sebuah gua bersama seekor rusa. Sejak itulah gua tempat pertemuan Mbah Bongsoriyo dan si rusa dinamakan Gua Kidang Kencana.
Mulut gua yang curam dan tak terlalu besar dengan diameter sekitar dua meter mengantarkan YogYES masuk ke dalam kegelapan lorong gua, setelah sebelumnya kami harus berjalan sejauh 450 meter melewati jalan cor beton. Hanya dengan bantuan cahaya yang berasal dari head lamp, kami pun mulai berjalan mengikuti aliran sungai kecil, menyusuri gua bersama dua orang pemandu yang masih keturunan Mbah Bongsoriyo. Tak ada lampu penerangan atau jalanan cor semen yang memudahkan YogYES untuk mengeksplorasi keelokan hasil fenomena endokarst di dinding gua. Bahkan tak jarang kami harus berjalan jongkok atau merangkak jika lubang di perut bumi ini semakin menyempit. Lorong gua yang bisa menembus bagian di balik bukit ini memang dibiarkan alami tanpa ada perubahan sedikit pun.
Tak melulu lorong gua yang sempit, proses karstifikasi oleh aktivitas air tanah dan air hujan ribuan tahun silam di Gua Kidang Kencana juga menyisakan ruang gua yang lebih lapang, dengan bentukan-bentukan alami berupa ornamen-ornamen dan ukiran unik di dinding gua. Sebut saja Ringin Kurung yang merupakan batuan kapur besar menyerupai pohon beringin lebat, batuan serupa kentongan, ruangan luas yang disebut Selangit, bebatuan alami menyerupai stupa candi yang disebut Candi Sewu, Soko Bentet yang merupakan tiang gua hasil penyatuan stalaktit dan stalagmit, Bungkus Angkrem berupa batu besar menyerupai bentuk hati, Langit Kuntoro, Bulus serta Pancoran. Seluruh ornamen di Gua Kidang Kencana itu pun menambah kekayaan fenomena geologis di Kulon Progo yang senantiasa membuat para penikmatnya berdecak kagum, seperti kami.

SUMBER
Share:

AIR TERJUN SRI GETHUK

Gemuruh Suara Air Pemecah Hening di Tanah Kering

Playen, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Terletak di antara ngarai Sungai Oya yang dikelilingi areal persawahan nan hijau, Air Terjun Sri Gethuk selalu mengalir tanpa mengenal musim. Gemuruhnya menjadi pemecah keheningan di bumi Gunungkidul yang terkenal kering.

Eksotisme Grand Canyon di daerah utara Arizona, Amerika Serikat tentunya tak bisa disangkal lagi. Grand Canyon merupakan bentukan alam berupa jurang dan tebing terjal yang dihiasi oleh aliran Sungai Colorado. Nama Grand Canyon kemudian diplesetkan menjadi Green Canyon untuk menyebut obyek wisata di Jawa Barat yang hampir serupa, yakni aliran sungai yang membelah tebing-tebing tinggi. Gunungkidul sebagai daerah yang sering diasumsikan sebagai wilayah kering dan tandus ternyata juga menyimpan keindahan serupa, yakni hijaunya aliran sungai yang membelah ngarai dengan air terjun indah yang tak pernah berhenti mengalir di setiap musim. Air terjun tersebut dikenal dengan nama Air Terjun Sri Gethuk.
Terletak di Desa Wisata Bleberan, Air Terjun Sri Gethuk menjadi salah satu spot wisata yang sayang untuk dilewatkan. Untuk mencapai tempat ini Anda harus naik kendaraan melewati areal hutan kayu putih milik PERHUTANI dengan kondisi jalan yang bervariasi mulai dari aspal bagus hingga jalan makadam. Memasuki Dusun Menggoran, tanaman kayu putih berganti dengan ladang jati yang rapat. Sesampainya di areal pemancingan yang juga berfungsi sebagai tempat parkir, terdapat dua pilihan jalan untuk mencapai air terjun. Pilihan pertama yakni menyusuri jalan setapak dengan pemandangan sawah nan hijau berhiaskan nyiur kelapa, sedangkan pilihan kedua adalah naik melawan arus Sungai Oya. Tentu saja Yogya memilih untuk naik rakit sederhana yang terbuat dari drum bekas dan papan.
Perjalanan menuju Air Terjun Sri Gethuk pun dimulai saat mentari belum naik tinggi. Pagi itu Sungai Oya terlihat begitu hijau dan tenang, menyatu dengan keheningan tebing-tebing karst yang berdiri dengan gagah di kanan kiri sungai. Suara rakit yang melaju melawan arus sungai menyibak keheningan pagi. Sembari mengatur laju rakit, seorang pemandu menceritakan asal muasal nama Air Terjun Sri Gethuk. Berdasarkan cerita yang dipercayai masyarakat, air terjun tersebut merupakan tempat penyimpanan kethuk yang merupakan salah satu instrumen gamelan milik Jin Anggo Meduro. Oleh karena itu disebut dengan nama Air Terjun Sri Gethuk. Konon, pada saat-saat tertentu masyarakat Dukuh Menggoran masih sering mendengar suara gamelan mengalun dari arah air terjun.
Tak berapa lama menaiki rakit, suara gemuruh mulai terdengar. Sri Gethuk menanti di depan mata. Bebatuan yang indah di bawah air terjun membentuk undak-undakan laksana tepian kolam renang mewah, memanggil siapa saja untuk bermain di dalam air. Yogya pun turun dari rakit dan melompati bebatuan untuk sampai di bawah air terjun dan mandi di bawahnya. Kali ini rasanya seperti berada di negeri antah berantah di mana air mengalir begitu melimpah. Air mengalir di sela-sela jemari kaki, air memercik ke seluruh tubuh, air mengalir di mana-mana. Seorang kawan tiba-tiba berteriak "Ada pelangi!". Saat menengadah, selengkung bianglala nan mempesona menghiasi air terjun. Sesaat Yogya merasa menjadi bidadari yang berselendangkan pelangi.

SUMBER
Share:

TEGAL ARUM ADVENTURE PARK

Serunya Petualangan Menikmati Ukiran Alam di Tengah Suasana Pedesaan

Sidorejo, Karangtengah, Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Phone : +62 818 0407 8555, +62 812 2708 6361, +62 818 0407 8555
Tegalarum Adventure Park menawarkan petualangan seru yang dibalut indahnya suasana pedesaan, merasakan sensasi berbeda menyusuri arus sungai karst dengan suguhan unik ukiran-ukiran alamnya nan menawan.

Kendaraan Yogya terus melaju melewati jalanan yang semakin menyempit dan lengang, meninggalkan hiruk pikuk suasana kota jauh di belakang. Memasuki deretan pohon-pohon di hutan jati yang mulai meranggas akibat kemarau, akhirnya Yogya tiba di tempat tujuan. Tak lama kemudian life vest sudah melekat erat di badan, tak lupa sepatu karet serta caping bambu sebagai perlengkapan tambahan yang biasa digunakan sebelum memulai petualangan di Tegalarum Adventure Park. Menyusuri aliran sungai sambil menikmati keunikan ukiran-ukiran alam dengan cara river tubing atau body rafting adalah salah satu petualangan seru yang ditawarkan oleh Tegalarum Adventure Park, sensasi petualangan yang akan YogYES coba rasakan kali ini.
Kembali menembus deretan pepohonan jati sejauh 300 meter dari parkiran, sampailah kami di tepi sungai tempat penjelajahan berawal. Sensasi dingin seketika menyergap kaki-kaki dan sebagian badan kami yang tenggelam dalam jernihnya air sungai. Bahkan saking jernihnya, beberapa bagian sungai yang dangkal terlihat dasarnya. Dibantu oleh seorang pemandu, Yogya memulai penyusuran sungai yang arusnya tak terlalu deras ini. Duduk tenang diatas ban pelampung ekstra besar dan membiarkan arus air membawa kami melaju mengarungi panjangnya Sungai Bachin dan Sungai Gempal. Meskipun tak jarang kami harus memfungsikan tangan sebagai dayung ketika ban-ban pelampung yang kami tumpangi tak lagi melaju karena arus yang terlalu kecil.
Di awal penyusuran, kami disuguhi dengan panorama menawan ukiran alam pada dinding-dinding batuan karst. Debit air sungai yang meninggi di musim penghujanlah yang menorehkan pahatan-pahatan pada bantaran sungai, berulang terus menerus setiap tahun. Masih terkagum-kagum dengan ukiran alam pada dinding karst, kami kembali disuguhi pemandangan unik lainnya. Berseberangan dengan dinding batu karst yang dipahat oleh air, tampak deretan fosil-fosil akar tumbuhan yang membatu, membeku oleh waktu.
Sebuah air terjun yang tak terlalu tinggi sejenak menghentikan penyusuran Yogya. Waktu istirahat yang tak lama ini kami manfaatkan dengan bermain air di bawah air terjun. Beberapa dari kami malah mencoba memanjat dinding-dinding tebing untuk merasakan sensasi pijatan dari jatuhnya air. Hanya beberapa saat dan penyusuran pun berlanjut. Berbeda dengan perjalanan awal dengan arus sungai cukup tenang, kali ini kami melewati beberapa jeram dan sempat membuat ban-ban pelampung yang kami tumpangi berputar-putar, melaju zig-zag bahkan menabrak bongkahan bebatuan ketika sungai menyempit.
Petualangan kami menyusuri sungai kurang lebih sepanjang dua kilometer ini pun berakhir ketika kami sampai di air terjun kedua. Namun keseruan tak berhenti sampai di sini. Perjalanan kami masih berlanjut dengan trekking melewati pematang di tengah area persawahan nan hijau menghampar. Singgah di sebuah gubuk sederhana, kami pun disuguhi sajian kelapa muda yang terasa begitu pas dinikmati di tengah suasana alam pedesaan nan kental. Tak cukup dengan sajian kelapa muda, usai membersihkan diri kami masih disuguhi menu makan siang khas Gunungkidul yang terkenal dengan nasi merahnya sebagai penutup perjalanan. Berpetualang di Tegalarum Adventure Park memang seperti paket komplit. Tak hanya disuguhi pemandangan unik, namun juga petualangan menarik serta suasana back to nature yang asyik.

SUMBER
Share:

PUNCAK KOSAKORA

Tempat Selfie Anak Muda Kekinian yang Hobi Jalan-jalan

Banjarejo, Tanjungsari, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Puncak Kosakora populer sebagai tempat favorit untuk selfie di kalangan anak muda kekinian yang hobi jalan-jalan. Tangga batuan karst yang curam pun harus ditaklukkan untuk mencapai puncaknya yang memiliki panorama pantai menawan dari ketinggian.

Fenomena eksokarst Pegunungan Sewu ratusan tahun silam menyisakan eksotisme bentang alam di Gunungkidul Jogja. Deretan conical hills diikuti jalanan naik turun yang kini kami lewati menuju salah satu wisata di kabupaten paling timur di Jogja ini adalah buktinya. Berkendara 2 jam lamanya ternyata belum bisa membawa YogYES sampai ke tempat wisata tujuan. Kami diharuskan trekking sekitar 2 km dengan medan yang cukup melelahkan untuk menuju tempat wisata yang namanya kondang di kalangan anak muda ini.
Ladang-ladang penduduk adalah pemandangan awal yang menemani kami di awal trekking, hingga kami sampai di sebuah padang rumput yang lumayan luas. Sebuah mitos tentang tanah yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar menjadi cerita di balik papan bertuliskan larangan mendirikan bangunan di padang rumput yang disebut Lemah Sangar ini. Trekking berlanjut hingga kami sampai di Pantai Ngrumput. Dari pantai pasir putih yang yang ditumbuhi rumput di beberapa sudutnya ini, tempat tujuan kami sudah terlihat. Tepat di timur pantai dengan bendera sebagai tandanya.
Tangga curam dari batuan karst dengan tumbuhan pandan laut (Pandanus odorifer) rimbun di kiri kanannya mengantarkan kami ke Puncak Kosakora, dataran paling tinggi di bukit yang dulunya disebut Bukit Ngrumput oleh masyarakat Tanjungsari. Semenjak seorang traveller yang tak sengaja singgah menjulukinya Kosakora, ia pun menjadi primadona wisata baru yang tak pernah sepi pengunjung.
Puncak Kosakora adalah hasil fenomena eksokarst lain di Gunungkidul. Sebuah bukit karst yang berada dalam satu garis dengan deretan pantai-pantai cantik Gunungkidul. Pantai Ngrumput, Pantai Drini, Pantai Watu Kodok, Pantai Sepanjang, Pantai Kukup bahkan Mercusuar Pantai Baron yang jauh di barat pun dapat terlihat dari bukit yang berketinggian sekitar 50 mdpl ini. Bukit yang dulunya sunyi itu, kini menjadi buah bibir banyak orang yang ingin menikmati keindahan panoramanya atau sekedar ingin selfie dengan background landscape pantai selatan dari ketinggian, seolah selfie di savana Kenawa.
Teriknya matahari siang itu tak membuat para remaja dan anak-anak muda yang mengunjungi Puncak Kosakora mengurungkan diri untuk mengambil potret diri. Mereka asyik saja berpose di depan kamera tak jauh dari papan kayu sederhana bertuliskan Puncak Kosakora. Tak ingin perjalanan jauh ini sia-sia, kami pun ikut ber-groufie ria. Namun hanya beberapa jepretan kamera dan kami pun menyerah, tak tahan dengan panasnya.
Jika ingin berkunjung ke Puncak Kosakora, YogYES sarankan datang di pagi atau sore hari, saat sinar matahari tak begitu menyengat. Atau, jika ingin menikmati keindahan sunset dan sunrise bisa juga camping di Puncak Kosakora. Di tempat ini telah tersedia persewaan tenda dome untuk menginap tanpa harus membawa sendiri dari rumah. Cukup mengeluarkan uang Rp 60.000 untuk tenda kecil atau Rp 100.000 untuk tenda besar.
Terlanjur datang di saat matahari sedang garang dan tak ada rencana untuk bermalam, kami pun hanya memilih berteduh di gubuk bambu. Melepas lelah sambil menikmati pemandangan samudera luas yang hilang dalam batas cakrawala, mengagumi luasnya ciptaan Tuhan.

SUMBER
Share:

AIR TERJUN LEPO

"Erawan Falls" di Pelosok Dlingo

Pokoh 1, Dlingo, Bantul, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Phone : +62 813 2539 6505
Ledok Pokoh menjadi destinasi baru berwisata seru. Serupa Erawan Falls di Thailand, Air Terjun Lepo memiliki 3 air terjun dan 4 kolam alami yang bisa digunakan untuk berenang atau sekedar bermain air hingga lupa waktu.

Cahaya matahari hanya bisa mengintip dari sela-sela pepohonan yang masih rimbun di musim peralihan ketika YogYES sampai di Dusun Pokoh 1, lokasi Air Terjun Lepo berada. Lepo merupakan kependekan dari Ledok Pokoh yang berarti lembah di Dusun Pokoh. Mengikuti jalanan menurun dan bersemen, akhirnya kami sampai di lokasi air terjun sekaligus pemandian alami di pelosok Dlingo ini. Terlihat beberapa remaja dan anak-anak asyik berenang dengan pelampung sambil bercanda dan sesekali melompat dari batu besar di tepi kolam. Tak ingin mengganggu keasyikan mereka, kami berjalan menuju kolam di bagian bawah yang lebih sepi.
Air terjun Lepo memang tak hanya memiliki satu kolam alami untuk berenang dan bermain air. Sekilas Lepo sangat mirip dengan Erawan Falls di Erawan National Park, Thailand. Ada 4 tingkat kolam alami yang dihubungkan oleh 3 air terjun di tempat wisata yang mulai dikembangkan tahun 2013 ini. Masing-masing kolam alami memiliki kedalaman yang beragam. Kolam pertama yang kami lihat ketika sampai tempat wisata ini kedalamannya mencapai 2 meter. Di kolam inilah remaja maupun orang dewasa biasanya berenang.
Menyusuri jalan setapak dan tangga batu di sisi air terjun, YogYES sampai di tingkatan kolam kedua. Kolam yang paling luas ini kedalamannya hanya sebatas pinggang orang dewasa, sehingga lebih aman jika anak-anak bermain air di kolam ini. Meskipun tak jarang anak-anak memilih berenang di kolam pertama. Kolam kedua ini dikelilingi oleh tebing-tebing batu yang tersusun eksotis. Sebuah titian batu dan selokan kecil menambah kecantikannya. Ceruk batu di salah satu sisi kolam menjadi spot terbaik menikmati air terjun di tingkat ini. Tampak beberapa remaja asyik memanfaatkan ceruk batu ini untuk ber-groufie. Sedangkan sebagian lainnya lebih memilih bermain air di dekat air terjun.
Tingkat ketiga adalah kolam yang paling dangkal, hingga bagian dasarnya yang tertutup endapan kapur pun terlihat dari permukaan air. YogYES kembali menyusuri jalan setapak dan tangga-tangga batu untuk sampai di kolam ketiga. Bagian yang menarik di kolam ketiga adalah tebing-tebing batu di sekitar air terjun yang berbentuk balok, seolah sengaja dipotong oleh tangan-tangan manusia. Karena tak ada persiapan baju ganti, kami harus puas hanya bermain air di kolam yang kedalamannya hanya mencapai lutut orang dewasa ini. Padahal, sejak pertama kali melihat warna turquoise yang mengisi kolam-kolam Air Terjun Lepo, kami sudah tak sabar untuk menceburkan diri ke dalam segarnya air. Tak berhenti di kolam ketiga, air terus mengalir ke kolam keempat sekaligus kolam terakhir. Tingkatan ini kira-kira sama dalamnya dengan kolam pertama namun jauh lebih sempit.
Sejuknya udara pegunungan dan keseruan bermain air telah menyihir kami hingga lupa kalau perut sudah mulai berdendang. Untungnya di sekitar Air Terjun Lepo sudah banyak warung-warung makan sederhana yang menyajikan beragam menu. Selain warung-warung makan, pengelola tempat wisata ini juga menyediakan kamar mandi, aula sederhana serta persewaan pelampung dan tikar. Serunya, untuk menikmati kecantikan Air Terjun Lepo, kita hanya perlu memberikan retribusi seikhlasnya serta tetap menjaga kebersihan dan keindahannya.

SUMBER
Share: