Siapa sangka bangunan-bangunan unik hanya ada di luar negri saja? Pernahkah anda menjumpai rumah unik yang satu ini? Rumah unik ini berbentuk kamera DSLR yang berada di Magelang. Tepatnya di Desa Majaksingim, Kecamatan Borobudur, Magelang. Rumah unik berbentuk kamera ini lokasinya kurang lebih 1 km tidak jauh dari Kompleks Candi Borobudur.
Seorang seniman bernama Tanggol Angien Jatikusumo lah sang pemilik ide sekaligus rumah tersebut. Dengan luas tanah 3.800 meter dengan ukuran 17 x 18 meter, berdiri bangunan unik yang belum pernah kita jumpai dimanapun saat ini. Ya, disitulah Rumah Kamera dibangun. Rumah kamera tersebut dibangun sejak tahun 2013 dengan menghabiskan dana kurang lebih 1 milyar.
Karena sebagai “pelampiasan” ketika masa mudanya yang sangat gigih demi mendapatkan sebuah kamera SLR yang mumpuni, ia harus berjuang dengan tidak mudah. Kemudia setelah berhasil, sebagai seniman lokal ia menumpahkan idenya itu dalam bentuk bangunan permanen yang populer dimasyarakat dengan nama Rumah Kamera.
Bangunan unik dengan 4 lantai ini, terdapat lampu flash pada kamera DSLR sebagai pintuk masuk rumah tersebut. Bagian mode dan LCD dijadikan sebagai jendela. Selain itu, lensa kamera merupakan bangunan bertingkat berbentuk silinder untuk melihat pemandangan desa dari atas. Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang naik ke lantai paling atas untuk melihat Candi Borobudur dan pemandangan alam sekitarnya. Bagian dalam bangunan ini terdapat ornamen wayang dan juga batik khas jawa tentunya.
Rumah Kamera ini tidak digunakan Tanggol untuk dijadikan tempat tinggal sebagaimana fungsi rumah semestinya, melainkan digunakan untuk Galeri lukisannya. Sebagai seorang seniman (pelukis) profesional, Tanggol Angien Jatikusumo ingin mengabdikan seluruh sisa hidupnya untuk mengajar anak anak melukis. Tujuan mulia ini adalah mengasah jiwa seni setiap insan yang diharapkan agar para seniman muda tidak hanya menjadi buruh kaum kapitalis, namun bisa berdikari dalam naungan dimana dia lahir dan hidup.
Jadi, apa salahnya anda selain berkunjung ke Candi Borobudur juga berkunjung rumah unik yang satu yang sudah masuk Rekor MURI sebagai rumah kamera terbesar di Indonesia sekaligus di dunia!
Terletak di duaun pogalan,pakis,magelang (lihat peta)
Magelang seolah tak berhenti menebar pesona, kali ini ada tempat wisata yang sedang menjadi tren baru di Magelang, wisata hutan pinus. Saya pertama kali ngeh ada tempat wisata ini dari foto-foto Instagram Simon Onggo, setelah bertanya akhirnya saya segera meluncur ke hutan pinus yang rupanya dinamai Wisata Top Selfie Pinusan Kragilan.
Lokasinya berada di Kaponan, Pakis, yang merupakan kecmatan paling ujung di Magelang dan berada di lereng Merbabu. Tentunya hawa dingin langsung menyergap begitu saya sampai di lokasi Top Selfie Pinusan Kragilan. Wisata ini masih baru, sebulanan ini baru jadi tren karena banyak yang posting di facebook dan instagram, hutan pinus yang menjadi perbincangan lokal di Magelang.
Pengunjung terus mengalir ketika saya datang, pasti mereka sama penasarannya dengan saya, penasaran dengan hutan pinus ini. Tiket masuk hanya Rp 2.000 untuk motor dan Rp 5.000 untuk mobil, tidak ada pungutan lain selain tiket itu tadi.
Hutan pinus ini terletak di lereng bukit, tidak tampak dari pinggir jalan raya. Pengunjung harus mengikuti jalanan beton sempit menuju hutan pinus. Lantas setelah merayapi bukit, kita akan tiba di lereng yang terlindungi bukit dan di sinilah lokasi Top Selfie Pinusan Kragilan berada. Sejauh mata memandang memang hanya ada pinus, hutan ini tersembunyi sampai lokasi wisata ini kemudian dipopulerkan.
Dinamai Top Selfie karena memang banyak yang berfoto selfie di tempat ini. Turunan curam menuju tempat parkir memang menjadi spot selfiepaling populer, mulai selfie dengan tongsis dan hape sekadarnya sampaiselfie serius dengan kamera DSLR, orang-orang datang dan ber-selfiedengan rupa-rupa gaya mereka.
Hutan Pinus ini memang indah, teduh saat siang, tenang semilir angin, cocok untuk yang ingin bersantai dari penat. Bagi penghobi foto, bisa mengeskplorasi hutan pinus ini yang belum semua terjelajahi, dijamin akan menemukan titik foto bagus di tempat ini.
Ada beberapa bagian hutan pinus yang dibangun seperti tempat parkir motor dan mobil, beberapa warung dan juga dek yang dipasang di pohon pinus. Untuk mengeksplorasi tempat ini sudah ada jalan setapak menuju bagian dalam hutan pinus. Sekilas hutan ini tampak kecil, tapi setelah dijelajahi rupanya luas juga dan melelahkan.
Jika ingin bertualang bisa menuruni lereng hutan pinus dan menuju Sungai Selo Tumpang. Ketika saya turun ke sungai rupanya debit airnya sedang kering karena musim kemarau. Pemandangan ketika menuruni lereng sangat magis, pinusnya merunduk teduh, menyapa hangat pengunjung yang datang.
Hutan Spot Foto
Sesuai namanya, Top Selfie Pinusan Kragilan memang tempat yang diperuntukkan untuk berfoto. Mayoritas berfoto selfie, tapi jika dijelajahi tempat ini bagaikan taman bermain raksasa untuk para penghobi foto.
Coba bayangkan jika kabut masih turun tempat ini bisa menjadi tempat foto pre wedding yang magis. Para pencari cahaya juga bisa mengambil foto dari cahya mentari yang menerobos daun dan pohon pinus nan tinggi.
Saya mengkhayal seandainya dikembangkan tempat ini bisa menjadi tempat untuk hunting foto, mulai dari foto landscape, foto pre wedding, foto perpisahan kelas, foto iklan dan macam-macam. Setidaknya dari apa yang ada seperti kontur, hutan pinus dan panorama alam yang disediakan, tempat ini menjanjikan untuk menjadi salah satu tempat berburu foto.
Bisa juga tempat ini jadi syuting video, kalau melihat ambience di sini, cocok untuk syuting video a la band post rock, atau video timelapse memanfaatkan Ray of Light, hembusan angin sampai kabut yang di pagi hari masih memeluk tempat ini. Perlu waktu untuk mengembangkan tempat ini, namun setidaknya melihat animo besar mereka yang berfoto maka Top Selfie Pakisan Kragilan bisa menjadi hutan khusus untuk foto-foto di Magelang.
Warga Berdaya
Top Selfie Pakisan Kragilan baru populer sebulan ini dan baru mulai dikembangkan sejak dua bulan silam. Siapakah di balik kepopuleran tempat ini? Masyarakat, warga Kragilan-lah yang mengembangkan, mempromosikan dan mengelola tempat ini.
Warga Kragilan kemudian membuat struktur organisasi pengelola. Mereka yang termasuk pengelola mengenakan seragam biru hitam dan berbagi tugas, mulai dari mengatur jalan, menjaga loket masuk, menjaga tempat parkir sampai menjadi pemandu yang tersebar di area Top Selfie Pakisan Kragilan.
Saya salut dengan semangat warga ini, pemasukan yang didapatkan dari loket masuk akan masuk ke kas dusun kemudian bagi hasil dengan warga yang turut mengelola tempat ini. Garis organisasinya tampak jelas di lapangan, ada koordinatornya, ada penanggungjawabnya dan semuanya bekerja dengan tugasnya masing-masing.
Nama Top Selfie juga masyarakat yang mencetuskan. Mereka menganggap namanya unik dan menjual, maka jadilah nama tersebut digunakan sebagai nama hutan pinus ini.
Apa yang dilakukan oleh Warga Kragilan adalah konsep cerah pengelolaan pariwisata oleh masyarakat. Di mana masyarakat melihat potensi yang dimiliki daerahnya, memiliki kemauan untuk mengembangkan daerahnya sendiri. Mengelola mulai dari loket masuk sampai kebersihan sampah, semua oleh warga, berdikari demi daerah sendiri.
Daya dan upaya warga ini perlu didukung. Maka datanglah ke Top Selfie Pakisan Kragilan, dengan kita datang minimal kita sudah memberikan sesuatu untuk warga. Dengan mempromosikan maka warga akan senang, upaya mereka akan dikenal.
Di masa yang akan datang, seiring populernya tempat ini. Semoga warga akan mengelolanya dengan benar, membangun infrastruktur yang lebih memadai, memberikan alokasi dana untuk kebersihan dan upaya untuk menjaga alam di sekitar tempat ini supaya pengelolaan pariwisata yang mereka lakukan bisa berlanjut di masa yang akan datang. Semoga warga semakin berdaya dan belajar pengelolaan pariwisata dengan lebih baik lagi.
Lokasi
Lokasi tempat wisata ini ada di Desa Kaponan, Pakis, Magelang. Nah, jika ingin menuju hutan pinus Top Selfie Pakisan Kragilan maka bisa menempuh tiga alternatif jalur.
1. Jalur Muntilan/Blabak – Ketep. Dari Ketep mengambil jalur ke arah Kopeng, kira-kira 4 kilometer dari Ketep di sebelah kiri jalan akan terlihat spanduk Top Selfie Pakisan Kragilan.
2. Jalur Kopeng. Dari Kopeng ikuti jalur ke arah Ketep, Top Selfie akan ada di kanan jalan setelah memasuki daerah Kaponan
3. Jalur Candimulyo. Dari arah Candimulyo menuju Kaponan, setelah bertemu pertigaan jalur Kopeng-Ketep ambil ke kiri/ke arah Kopeng. Top Selfie Pakisan Kragilan akan ada di kiri jalan.
Estimasi waktu tempuh dari Magelang sekitar satu jam perjalanan dengan motor dan satu setengah jam perjalanan dengan mobil. Saya menyarankan lebih baik menggunakan motor jika ke sana, jalur menuju Ketep sedikit rusak di jalur Blabak-Sawangan, pun jalur di dalam hutan pinus sempit dan susah untuk mobil berpapasan, lokasi parkir mobil pun terbatas.
Air Terjun Kedung Kayang yang terletak di Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang,
Propinsi Jawa Tengah. (lihat peta) menawarkan keindahan alam yang begitu dasyat karena air yang masih sangat jernih,sangat cocok bagi anda yang ingin menghilangkan kepenatan.
SUNRISE DI PUNTHUK SETUMBU
Dusun Kerahan,Karangrejo,Borobudur.Magelang (lihat peta)
Bagi anda pemburu Sunrise,Punthuk Setumbu adalah tempat yang wajib anda kunjungi ketika anda berkunjung ke magelang.Bukit dengan tinggi 400mdpl dan terletak di barat daya Candi Borobudur ini akan menyajikan pemandangan pagi yang mempesona.
Jatimulyo, Girimulya, Kulon Progo, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Gua Kiskendo menawarkan pengalaman
menelusuri keelokan lorong panjang berliku berhias stalagtit serta
jejak sepenggal kisah Ramayana yang tertinggal dalam perut bumi.
Mata kami seketika terpana oleh pemandangan relief yang
terpahat pada tebing-tebing batu di sekitar pintu masuk gua. Ukuran
relief yang besar dan terjaga membuatnya semakin nyata. Setiap fragmen
yang terpahat melemparkan saya pada Ramayana, sebuah epos paling
legendaris di dunia, kisah perebutan Dewi Shinta antara Rama dan
Rahwana.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa awal mula persekutuan
Rama dan kerajaan kera tak bisa dilepaskan dari cerita pertempuran yang
tak kalah sengitnya, yaitu pertempuran antara Mahesasura dan Lembusuro
melawan Subali manusia kera. Maka di Goa inilah kita akan menelusuri
kisahnya.Tak seperti kebanyakan gua yang hanya bisa dinikmati
keelokannya, Gua Kiskendo menawarkan dua hal, sebuah kisah sekaligus
keindahan.
Memasuki mulut gua kita akan disambut oleh puluhan sarang
laba-laba yang menempel di bibir gua. Sementara akar pepohonan saling
berkait di beranda. Matahari yang garang perlahan semakin tak bernyali
mengikuti kami yang mulai menuruni dinginnya undak-undakan. Semakin lama
semakin gelap hingga terang hanya bisa didapatkan dari headlamp yang
mulai kami nyalakan. Sepanjang jalur penelusuran ini telah dialasi beton
sehingga tak harus menjadi seorang caver profesional bila ingin
menelusurinya. Meski begitu tetesan air dari stalagtit yang membentuk
lubang-lubang kecil serta hawa dingin membuat penelusuran kali ini tak
kalah mendebarkan.
Goa sedang sepi, hanya kami berdua dan seorang guide yang
dengan setia menceritakan setiap lorong gua yang konon adalah istana
dari kakak beradik berkepala kerbau dan sapi sekaligus medan
pertempurannya melawan Subali. Seketika saya membayangkan bagaimana
pertempuran itu terjadi, bagaimana kecemasan Sugriwa yang menunggu
dengan was-was keselamatan kakaknya yang tengah bertempur dengan kakak
beradik Mahesasura dan Lembusuro di dalam gua. Pun saat melihat sebuah
lubang besar menuju langit di atas kepala, saya seolah benar-benar
sedang melihat drama kepanikan Subali yang terkurung lantaran pintu
masuk yang tertutup batu sehingga harus menjebol langit-langit gua untuk
bisa keluar.
Total ada 9 situs pertapaan yang ada di sana, masing-masing
adalah Pertapaan Tledek, Kusuman, Padasan, Santri Tani, Semelong,
Lumbung Kampek, Selumbung, Seterbang, dan Sekandang. Di tengah-tengah
gua, dekat sebuah ruangan yang serupa dengan aula kecil, terdapat
gentong berisi air. Air yang berasal dari tetesan stalagtit tersebut
bisa kita minum untuk melepas dahaga setelah menelusuri setiap lorong
gua sejauh sekitar 1 km.
Menelusuri Gua Kiskendo telah membuat saya seolah sedang
menonton pementasan teater dengan artistik sebuah karya masterpiece
garapan seorang seniman. Sementara relief yang terpahat indah di
sekitarnya serupa prosa yang dibacakan dengan suara merdu nan berat oleh
seorang narator. Pandangan perlahan semakin terang, matahari kembali
benderang. Pementasan telah berakhir.
Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Mengarungi sungai bawah tanah
menggunakan ban pelampung menjanjikan sensasi tersendiri. Petualangan
sesungguhnya dimulai saat aliran sungai memasuki relung gua yang gulita.
Siapkan diri Anda untuk petualangan eksotik yang tak kan pernah
terlupa.
Kabupaten Gunungkidul selama ini dikenal sebagai kawasan
yang tandus dan gersang karena hampir semua topografi wilayahnya terdiri
dari perbukitan kapur atau yang lebih dikenal dengan istilah perbukitan
karst. Saat musim kemarau tiba, warna hijau tanaman segera berubah
menjadi kecoklatan akibat meranggas. Namun, di balik kegersangan
perbukitan karst Gunungkidul menyimpan jutaan potensi wisata yang jarang
ditemui di tempat lain. Salah satunya adalah gua-gua indah yang
tersembunyi di perut bumi dengan sungai yang mengalir deras di dalamnya.
Menyusuri sungai yang mengalir melewati gua-gua bawah tanah
menjadi salah satu petualangan wisata yang ditawarkan di Kalisuci,
Semanu, Gunungkidul. Dikenal dengan istilah cave tubing, petualangan ini memadukan aktivitas caving (susur gua) dan body rafting. Berbekal informasi bahwa aktivitas cave tubing
ini hanya ada di Mexico, New Zealand, dan Gunungkidul, YogYES pun
semakin semangat dan tak sabar untuk segera memulai petualangan baru
yang mengasyikkan dan penuh tantangan. Setelah life jacket, helm,
dan semua peralatan yang diperlukan terpasang dengan sempurna di tubuh,
YogYES pun mulai menyusuri jalan setapak di antara ladang jati menuju
titik dimulainya cave tubing Kalisuci.
Aliran sungai yang berkelak-kelok terlihat dari ketinggian
tebing. Airnya yang biru kehijauan terlihat kontras dengan warna coklat
tanah, tebing karst, serta daun-daun yang meranggas sehingga menciptakan
harmoni lukisan alam yang mempesona. Setelah semua duduk di atas ban
pelampung, pengarungan sungai pun dimulai. Ban mulai bergerak seirama
aliran air. Saat tiba di arus tenang maka tangan harus difungsikan
sebagai kayuh supaya terus melaju, sedangkan saat memasuki jeram ban
akan melaju dengan cepat serta berputar-putar mengikuti arus. Di
beberapa titik yang penuh dengan bebatuan maupun jeram yang ekstrim dan
sulit dilewati, YogYES terpaksa harus keluar dari sungai dan berjalan
kaki sambil mengusung ban pelampung.
Petualangan sesungguhnya dimulai saat aliran sungai
memasuki relung Gua Kalisuci dan Gua Gelatik. Sinar matahari menghilang
dan berganti dengan suasana remang bahkan gelap, satu-satunya
pencahayaan hanya berasal dari headlamp. Stalaktit yang terlihat
di atap gua terus meneteskan air, beberapa diantaranya merupakan batu
kristal. Tiga ekor kelelawar nampak bergelantungan di langit-langit gua,
ikan besar berenang di bawah kaki, dan seekor laba-laba besar menempel
di stalagmit. Keindahan gua dan kesejukan sungai yang menyatu dalam
keheningan membuat diri enggan beranjak pergi. Berpeluk mesra dengan
dinginnya aliran sungai di perut bumi dengan bonus pemandangan alam yang
cantik dan eksotik benar-benar menjadi petualangan yang tak kan pernah
terlupa. Keterangan: Wisata Cave tubing Kalisuci akan ditutup saat curah hujan tinggi, karena itu bagi wisatawan yang hendak cave tubing harap menghubungi pengelola yang terdiri dari penduduk lokal beberapa hari sebelumnya untuk memastikan kondisi sungai. Contact person: Winarto (0877 3879 4513), Kendro (0878 3974 0730), Yanto (081 7412 2826).
Petualangan Mengarungi Sungai Bawah Tanah yang Sarat Kisah
Karangmojo, Gunung Kidul, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Rasakan sensasi pelusuran sungai
di dalam gua menggunakan ban pelampung. Sambil menyusuri gelapnya lorong
gua yang berhiaskan stalaktit dan stalagmit yang indah, Anda juga akan
disodori dengan legenda pengembaraan Joko Singlulung mencari ayahnya.
Menyusuri sungai menggunakan perahu karet merupakan hal
yang biasa, namun jika sungai itu mengalir di dalam gua tentu saja akan
menjadi petualangan yang mengasyikkan sekaligus menegangkan. Gua Pindul,
salah satu gua yang merupakan rangkaian dari 7 gua dengan aliran sungai
bawah tanah yang ada di Desa Bejiharjo, Karangmojo, menawarkan sensasi
petualangan tersebut. Selama kurang lebih 45 - 60 menit wisatawan akan
diajak menyusuri sungai di gelapnya perut bumi sepanjang 300 m
menggunakan ban pelampung. Petualangan yang memadukan aktivitas body rafting dan caving ini dikenal dengan istilah cave tubing.
Tidak diperlukan persiapan khusus untuk melakukan cave tubing di Gua Pindul. Peralatan yang dibutuhkan hanyalah ban pelampung, life vest, serta head lamp
yang semuanya sudah disediakan oleh pengelola. Aliran sungai yang
sangat tenang menjadikan aktivitas ini aman dilakukan oleh siapapun,
mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Waktu terbaik untuk cave tubing
di Gua Pindul adalah pagi hari sekitar pukul 09.00 atau 10.00 WIB.
Selain karena airnya tidak terlalu dingin, jika cuaca sedang cerah pada
jam-jam tersebut akan muncul cahaya surga yang berasal dari sinar
mataha
SUMBER
ri yang menerobos masuk melewati celah besar di atap gua.
Sambil merasakan dinginnya air sungai yang membelai tubuh
di tengah gua yang minim pencahayaan, seorang pemandu bercerita tentang
asal-usul penamaan Gua Pindul. Menurut legenda yang dipercayai
masyarakat dan dikisahkan turun temurun, nama Gua Pindul dan gua-gua
lain yang ada di Bejiharjo tak bisa dipisahkan dari cerita pengembaraan
Joko Singlulung mencari ayahnya. Setelah menjelajahi hutan lebat,
gunung, dan sungai, Joko Singlulung pun memasuki gua-gua yang ada di
Bejiharjo. Saat masuk ke salah satu gua mendadak Joko Singlulung
terbentur batu, sehingga gua tersebut dinamakan Gua Pindul yang berasal
dari kata pipi gebendul.
Selain menceritakan tentang legenda Gua Pindul, pemandu pun
akan menjelaskan ornamen yang ditemui di sepanjang pengarungan. Di gua
ini terdapat beberapa ornamen cantik seperti batu kristal, moonmilk,
serta stalaktit dan stalagmit yang indah. Sebuah pilar raksasa yang
terbentuk dari proses pertemuan stalaktit dan stalagmit yang usianya
mencapai ribuan tahun menghadang di depan. Di beberapa bagian atap gua
juga terdapat lukisan alami yang diciptakan oleh kelelawar penghuni gua.
Di tengah gua terdapat satu tempat yang menyerupai kolam besar dan
biasanya dijadikan tempat beristirahat sejenak sehingga wisatawan dapat
berenang atau terjun dari ketinggian. Tatkala YogYES masih menikmati
indahnya ornamen gua di sela bunyi kepak kelelawar dan kecipak air,
mendadak pengarungan sudah sampai di mulut keluar gua. Bendungan
Banyumoto yang dibangun sejak jaman Belanda dengan latar belakang
perbukitan karst pun menyambut.
Sabrang kidul, Purwosari, Girimulyo, Kulon Progo, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta) Phone: +62 852 2895 1355
Cerita tentang pertemuan seorang
penggembala dengan seekor rusa menjadi sejarah awal penamaannya.
Petualangan seru menyusuri perut bumi pun dimulai ketika memasuki sebuah
lubang dengan penerangan seadanya.
Zamrud di barat Jogja itu kembali memberikan kejutan kecil
yang tak hanya menyuguhkan keindahan namun juga menantang para
petualang. Di balik perbukitan sunyi dan tanah karst yang tertutup
vegetasi rapat nan subur, sebuah lorong perut bumi menyimpan pesona
alaminya. Setelah Gua Kiskendo yang memukau dengan sepenggal kisah
Ramayana, Kulon Progo masih memiliki Gua Kidang Kencana yang menunggu
untuk dijelajahi.
Lokasinya yang berdekatan dengan Gua Kiskendo membuat saya
berpikir penggalan kisah Ramayana lainnya terpaut dengan gua yang berada
di perbukitan Dusun Sabrang Kidul ini. Apalagi nama Kidang Kencana
mengingatkan saya pada kisah tentang seekor rusa jadi-jadian yang
sengaja dikirim Rahwana untuk memisahkan Rama dari Dewi Shinta. Namun
ternyata, pertemuan seorang penggembala dan seekor rusa ratusan tahun
silamlah yang menjadi sejarah awal penamaan gua yang lorongnya mencapai
350 meter ini. Menurut cerita masyarakat setempat, Mbah Bongsoriyo yang
kehilangan kambingnya tak sengaja menemukan hewan piaraannya itu berada
di dalam sebuah gua bersama seekor rusa. Sejak itulah gua tempat
pertemuan Mbah Bongsoriyo dan si rusa dinamakan Gua Kidang Kencana.
Mulut gua yang curam dan tak terlalu besar dengan diameter
sekitar dua meter mengantarkan YogYES masuk ke dalam kegelapan lorong
gua, setelah sebelumnya kami harus berjalan sejauh 450 meter melewati
jalan cor beton. Hanya dengan bantuan cahaya yang berasal dari head lamp,
kami pun mulai berjalan mengikuti aliran sungai kecil, menyusuri gua
bersama dua orang pemandu yang masih keturunan Mbah Bongsoriyo. Tak ada
lampu penerangan atau jalanan cor semen yang memudahkan YogYES untuk
mengeksplorasi keelokan hasil fenomena endokarst di dinding gua. Bahkan
tak jarang kami harus berjalan jongkok atau merangkak jika lubang di
perut bumi ini semakin menyempit. Lorong gua yang bisa menembus bagian
di balik bukit ini memang dibiarkan alami tanpa ada perubahan sedikit
pun.
Tak melulu lorong gua yang sempit, proses karstifikasi oleh
aktivitas air tanah dan air hujan ribuan tahun silam di Gua Kidang
Kencana juga menyisakan ruang gua yang lebih lapang, dengan
bentukan-bentukan alami berupa ornamen-ornamen dan ukiran unik di
dinding gua. Sebut saja Ringin Kurung yang merupakan batuan kapur besar
menyerupai pohon beringin lebat, batuan serupa kentongan, ruangan luas
yang disebut Selangit, bebatuan alami menyerupai stupa candi yang
disebut Candi Sewu, Soko Bentet yang merupakan tiang gua hasil penyatuan
stalaktit dan stalagmit, Bungkus Angkrem berupa batu besar menyerupai
bentuk hati, Langit Kuntoro, Bulus serta Pancoran. Seluruh ornamen di
Gua Kidang Kencana itu pun menambah kekayaan fenomena geologis di Kulon
Progo yang senantiasa membuat para penikmatnya berdecak kagum, seperti
kami.
Playen, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia (lihat peta)
Terletak di antara ngarai Sungai
Oya yang dikelilingi areal persawahan nan hijau, Air Terjun Sri Gethuk
selalu mengalir tanpa mengenal musim. Gemuruhnya menjadi pemecah
keheningan di bumi Gunungkidul yang terkenal kering.
Eksotisme Grand Canyon di daerah utara Arizona, Amerika
Serikat tentunya tak bisa disangkal lagi. Grand Canyon merupakan
bentukan alam berupa jurang dan tebing terjal yang dihiasi oleh aliran
Sungai Colorado. Nama Grand Canyon kemudian diplesetkan menjadi Green
Canyon untuk menyebut obyek wisata di Jawa Barat yang hampir serupa,
yakni aliran sungai yang membelah tebing-tebing tinggi. Gunungkidul
sebagai daerah yang sering diasumsikan sebagai wilayah kering dan tandus
ternyata juga menyimpan keindahan serupa, yakni hijaunya aliran sungai
yang membelah ngarai dengan air terjun indah yang tak pernah berhenti
mengalir di setiap musim. Air terjun tersebut dikenal dengan nama Air
Terjun Sri Gethuk.
Terletak di Desa Wisata Bleberan, Air Terjun Sri Gethuk
menjadi salah satu spot wisata yang sayang untuk dilewatkan. Untuk
mencapai tempat ini Anda harus naik kendaraan melewati areal hutan kayu
putih milik PERHUTANI dengan kondisi jalan yang bervariasi mulai dari
aspal bagus hingga jalan makadam. Memasuki Dusun Menggoran, tanaman kayu
putih berganti dengan ladang jati yang rapat. Sesampainya di areal
pemancingan yang juga berfungsi sebagai tempat parkir, terdapat dua
pilihan jalan untuk mencapai air terjun. Pilihan pertama yakni menyusuri
jalan setapak dengan pemandangan sawah nan hijau berhiaskan nyiur
kelapa, sedangkan pilihan kedua adalah naik melawan arus Sungai Oya.
Tentu saja Yogya memilih untuk naik rakit sederhana yang terbuat dari
drum bekas dan papan.
Perjalanan menuju Air Terjun Sri Gethuk pun dimulai saat
mentari belum naik tinggi. Pagi itu Sungai Oya terlihat begitu hijau dan
tenang, menyatu dengan keheningan tebing-tebing karst yang berdiri
dengan gagah di kanan kiri sungai. Suara rakit yang melaju melawan arus
sungai menyibak keheningan pagi. Sembari mengatur laju rakit, seorang
pemandu menceritakan asal muasal nama Air Terjun Sri Gethuk. Berdasarkan
cerita yang dipercayai masyarakat, air terjun tersebut merupakan tempat
penyimpanan kethuk yang merupakan salah satu instrumen gamelan milik
Jin Anggo Meduro. Oleh karena itu disebut dengan nama Air Terjun Sri
Gethuk. Konon, pada saat-saat tertentu masyarakat Dukuh Menggoran masih
sering mendengar suara gamelan mengalun dari arah air terjun.
Tak berapa lama menaiki rakit, suara gemuruh mulai
terdengar. Sri Gethuk menanti di depan mata. Bebatuan yang indah di
bawah air terjun membentuk undak-undakan laksana tepian kolam renang
mewah, memanggil siapa saja untuk bermain di dalam air. Yogya pun turun
dari rakit dan melompati bebatuan untuk sampai di bawah air terjun dan
mandi di bawahnya. Kali ini rasanya seperti berada di negeri antah
berantah di mana air mengalir begitu melimpah. Air mengalir di sela-sela
jemari kaki, air memercik ke seluruh tubuh, air mengalir di mana-mana.
Seorang kawan tiba-tiba berteriak "Ada pelangi!". Saat menengadah,
selengkung bianglala nan mempesona menghiasi air terjun. Sesaat Yogya
merasa menjadi bidadari yang berselendangkan pelangi.
Tegalarum Adventure Park
menawarkan petualangan seru yang dibalut indahnya suasana pedesaan,
merasakan sensasi berbeda menyusuri arus sungai karst dengan suguhan
unik ukiran-ukiran alamnya nan menawan.
Kendaraan Yogya terus melaju melewati jalanan yang semakin
menyempit dan lengang, meninggalkan hiruk pikuk suasana kota jauh di
belakang. Memasuki deretan pohon-pohon di hutan jati yang mulai
meranggas akibat kemarau, akhirnya Yogya tiba di tempat tujuan. Tak
lama kemudian life vest sudah melekat erat di badan, tak lupa
sepatu karet serta caping bambu sebagai perlengkapan tambahan yang biasa
digunakan sebelum memulai petualangan di Tegalarum Adventure Park.
Menyusuri aliran sungai sambil menikmati keunikan ukiran-ukiran alam
dengan cara river tubing atau body rafting adalah salah
satu petualangan seru yang ditawarkan oleh Tegalarum Adventure Park,
sensasi petualangan yang akan YogYES coba rasakan kali ini.
Kembali menembus deretan pepohonan jati sejauh 300 meter
dari parkiran, sampailah kami di tepi sungai tempat penjelajahan
berawal. Sensasi dingin seketika menyergap kaki-kaki dan sebagian badan
kami yang tenggelam dalam jernihnya air sungai. Bahkan saking jernihnya,
beberapa bagian sungai yang dangkal terlihat dasarnya. Dibantu oleh
seorang pemandu, Yogya memulai penyusuran sungai yang arusnya tak
terlalu deras ini. Duduk tenang diatas ban pelampung ekstra besar dan
membiarkan arus air membawa kami melaju mengarungi panjangnya Sungai
Bachin dan Sungai Gempal. Meskipun tak jarang kami harus memfungsikan
tangan sebagai dayung ketika ban-ban pelampung yang kami tumpangi tak
lagi melaju karena arus yang terlalu kecil.
Di awal penyusuran, kami disuguhi dengan panorama menawan
ukiran alam pada dinding-dinding batuan karst. Debit air sungai yang
meninggi di musim penghujanlah yang menorehkan pahatan-pahatan pada
bantaran sungai, berulang terus menerus setiap tahun. Masih
terkagum-kagum dengan ukiran alam pada dinding karst, kami kembali
disuguhi pemandangan unik lainnya. Berseberangan dengan dinding batu
karst yang dipahat oleh air, tampak deretan fosil-fosil akar tumbuhan
yang membatu, membeku oleh waktu.
Sebuah air terjun yang tak terlalu tinggi sejenak
menghentikan penyusuran Yogya. Waktu istirahat yang tak lama ini kami
manfaatkan dengan bermain air di bawah air terjun. Beberapa dari kami
malah mencoba memanjat dinding-dinding tebing untuk merasakan sensasi
pijatan dari jatuhnya air. Hanya beberapa saat dan penyusuran pun
berlanjut. Berbeda dengan perjalanan awal dengan arus sungai cukup
tenang, kali ini kami melewati beberapa jeram dan sempat membuat ban-ban
pelampung yang kami tumpangi berputar-putar, melaju zig-zag bahkan
menabrak bongkahan bebatuan ketika sungai menyempit.
Petualangan kami menyusuri sungai kurang lebih sepanjang
dua kilometer ini pun berakhir ketika kami sampai di air terjun kedua.
Namun keseruan tak berhenti sampai di sini. Perjalanan kami masih
berlanjut dengan trekking melewati pematang di tengah area
persawahan nan hijau menghampar. Singgah di sebuah gubuk sederhana, kami
pun disuguhi sajian kelapa muda yang terasa begitu pas dinikmati di
tengah suasana alam pedesaan nan kental. Tak cukup dengan sajian kelapa
muda, usai membersihkan diri kami masih disuguhi menu makan siang khas
Gunungkidul yang terkenal dengan nasi merahnya sebagai penutup
perjalanan. Berpetualang di Tegalarum Adventure Park memang seperti
paket komplit. Tak hanya disuguhi pemandangan unik, namun juga
petualangan menarik serta suasana back to nature yang asyik.
Saya sebagai owner Tata Rental Mobil yang berlokasi di mertoyudan,siap melayani sewa mobil dengan/tanpa sopir,dalam dan luar kota,harian/mingguan/bulanan